Rabu, 11 Juni 2025

Makna Qurban: Meneguhkan Tauhid, Membebaskan Diri dari Belenggu Dunia

Ibadah qurban merupakan salah satu syariat Islam yang dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah dan hari-hari tasyrik (11–13 Dzulhijjah). Qurban bukan sekadar penyembelihan hewan ternak seperti kambing, sapi, atau unta, tetapi merupakan simbol dari ketaatan, pengorbanan, dan pembebasan diri dari keterikatan kepada selain Allah SWT.

Secara etimologis, kata qurban berasal dari bahasa Arab :  qaruba - yaqrubu - qurbanan, yang berarti “dekat”. Dengan demikian, ibadah qurban dimaknai sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah melalui pengorbanan yang nyata. Hal ini merujuk pada peristiwa historis yang monumental, yakni pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang diperintahkan untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail AS. Keduanya menunjukkan ketundukan sempurna kepada perintah Allah, hingga Allah menggantikan Ismail dengan seekor hewan sembelihan sebagai bukti diterimanya pengorbanan tersebut.

Makna qurban tidak berhenti pada aspek historis dan ritual. Ia mengandung pelajaran penting tentang keikhlasan dan pembebasan jiwa dari belenggu dunia. Dalam praktiknya, qurban merupakan simbol penyembelihan terhadap segala bentuk ketergantungan duniawi yang dapat menghalangi manusia dari ketundukan total kepada Allah SWT.

Allah SWT berfirman:

Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik (QS. 9:24).

Harta, kedudukan, cinta terhadap makhluk, dan hawa nafsu bisa menjadi “berhala-berhala” modern yang memperbudak jiwa. Maka qurban hadir untuk mengajarkan umat agar bersedia melepaskan apa pun yang dicintai apabila itu menjadi penghalang dalam menaati Allah.

Sebagaimana firman Allah:

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (QS. 3:14).

Ayat ini menunjukkan bahwa kecintaan terhadap dunia adalah fitrah, namun bisa menjadi cobaan yang menjerumuskan jika tidak dikendalikan. Qurban menjadi ajang pelatihan spiritual untuk mengendalikan kecintaan itu agar tidak mengalahkan kecintaan kita kepada Allah SWT.

Allah SWT juga berfirman:

Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik (QS. 22:37).

Ayat ini menegaskan bahwa yang paling bernilai dalam ibadah qurban adalah ketakwaan. Pengorbanan yang sejati adalah pengorbanan yang mengakar dari hati yang ikhlas, bukan semata-mata simbolik.

Di sisi lain, qurban juga memuat nilai sosial yang tinggi. Daging sembelihan dibagikan kepada kaum fakir dan miskin, serta kerabat dan tetangga. Ini menunjukkan bahwa ibadah qurban bukan hanya bentuk pendekatan vertical kepada Allah, tetapi juga membangun hubungan  horizontal dengan sesama manusia. Dengan demikian, qurban mengokohkan prinsip keadilan sosial dan solidaritas umat.

Pada akhirnya, qurban merupakan momentum tahunan yang mengingatkan setiap muslim untuk meneguhkan tauhid, memperbarui keikhlasan, serta membebaskan diri dari berbagai bentuk perbudakan dunia yang menghalangi kedekatan kepada Allah. Dalam qurban terdapat pelajaran bahwa kemerdekaan sejati bukanlah kebebasan tanpa batas, melainkan ketundukan penuh kepada Dzat yang Mahakuasa.

Wallahu a'lam

Abu Roja

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar