Makna Qurban: Meneguhkan Tauhid, Membebaskan Diri dari Belenggu Dunia
Ibadah qurban merupakan
salah satu syariat Islam yang dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah dan
hari-hari tasyrik (11–13 Dzulhijjah). Qurban bukan sekadar penyembelihan hewan
ternak seperti kambing, sapi, atau unta, tetapi merupakan simbol dari ketaatan,
pengorbanan, dan pembebasan diri dari keterikatan kepada selain Allah SWT.
Secara etimologis, kata
qurban berasal dari bahasa Arab : qaruba
- yaqrubu - qurbanan, yang berarti “dekat”.
Dengan demikian, ibadah qurban dimaknai sebagai bentuk pendekatan diri kepada
Allah melalui pengorbanan yang nyata. Hal ini merujuk pada peristiwa historis
yang monumental, yakni pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang diperintahkan untuk
menyembelih putranya, Nabi Ismail AS. Keduanya menunjukkan ketundukan sempurna
kepada perintah Allah, hingga Allah menggantikan Ismail dengan seekor hewan
sembelihan sebagai bukti diterimanya pengorbanan tersebut.
Makna qurban tidak
berhenti pada aspek historis dan ritual. Ia mengandung pelajaran penting
tentang keikhlasan dan pembebasan jiwa dari belenggu dunia. Dalam praktiknya,
qurban merupakan simbol penyembelihan terhadap segala bentuk ketergantungan
duniawi yang dapat menghalangi manusia dari ketundukan total kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik (QS. 9:24).
Harta, kedudukan, cinta
terhadap makhluk, dan hawa nafsu bisa menjadi “berhala-berhala” modern
yang memperbudak jiwa. Maka qurban hadir untuk mengajarkan umat agar bersedia
melepaskan apa pun yang dicintai apabila itu menjadi penghalang dalam menaati
Allah.
Sebagaimana firman Allah:
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (QS. 3:14).
Ayat ini menunjukkan
bahwa kecintaan terhadap dunia adalah fitrah, namun bisa menjadi cobaan yang
menjerumuskan jika tidak dikendalikan. Qurban menjadi ajang pelatihan spiritual
untuk mengendalikan kecintaan itu agar tidak mengalahkan kecintaan kita kepada
Allah SWT.
Allah SWT juga
berfirman:
Daging (hewan kurban)
dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai
kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar
kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan
sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik (QS. 22:37).
Ayat ini menegaskan
bahwa yang paling bernilai dalam ibadah qurban adalah ketakwaan. Pengorbanan
yang sejati adalah pengorbanan yang mengakar dari hati yang ikhlas, bukan
semata-mata simbolik.
Di sisi lain, qurban
juga memuat nilai sosial yang tinggi. Daging sembelihan dibagikan kepada kaum
fakir dan miskin, serta kerabat dan tetangga. Ini menunjukkan bahwa ibadah
qurban bukan hanya bentuk pendekatan vertical kepada Allah, tetapi juga
membangun hubungan horizontal dengan sesama manusia.
Dengan demikian, qurban mengokohkan prinsip keadilan sosial dan solidaritas
umat.
Pada akhirnya, qurban
merupakan momentum tahunan yang mengingatkan setiap muslim untuk meneguhkan
tauhid, memperbarui keikhlasan, serta membebaskan diri dari berbagai bentuk
perbudakan dunia yang menghalangi kedekatan kepada Allah. Dalam qurban terdapat
pelajaran bahwa kemerdekaan sejati bukanlah kebebasan tanpa batas, melainkan ketundukan
penuh kepada Dzat yang Mahakuasa.
Wallahu a'lam
Abu Roja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar