Agama dan Ilmu Pengetahuan
Pengantar
Dalam Islam, aqidah adalah keimanan yang
menjadi landasan utama bagi umat Islam. Sementara itu, filsafat berusaha
memahami dan menjelaskan fenomena kehidupan melalui pendekatan rasional, yang
pada akhirnya melahirkan berbagai cabang ilmu pengetahuan.
Hubungan antara aqidah dan filsafat sering
menjadi perdebatan, terutama ketika filsafat dianggap bertentangan dengan
prinsip-prinsip aqidah.
Salah satu pernyataan menarik dalam
diskursus filsafat modern datang dari Karlina Supeli, seorang filsuf dan
astronom asal Indonesia. Dalam sebuah ceramahnya di kanal YouTube Salihara Arts
Center berjudul Kosmos dan Masalah Kebebasan Tuhan, ia pernah mengatakan,
"Tuhan dipinggirkan saja, taruh di pojok." Pernyataan ini mengacu
pada upaya menjaga objektivitas ilmu pengetahuan dengan menempatkan Tuhan di
luar ranah pembahasan sains.
Aqidah Islamiyah berlandaskan wahyu dan
keimanan kepada Allah, sedangkan filsafat mengandalkan akal untuk memahami
kehidupan. Perbedaan ini kadang menimbulkan konflik, terutama dengan
berkembangnya sekularisme di Barat. Namun, tradisi Islam menunjukkan bahwa Agama
dan Ilmu Pengetahuan dapat saling mendukung untuk memberikan pemahaman yang
lebih holistik.
Dalam pandangan sekularisme, agama
dianggap sebagai ranah pribadi yang terpisah dari kehidupan publik. Akibatnya,
ilmu pengetahuan berkembang tanpa pengaruh langsung dari nilai-nilai agama.
Agama dan ilmu pengetahuan
Agama dalam makna Ad-Din adalah aturan
atau peraturan yang diwahyukan oleh Allah kepada para Nabi dan Rasul untuk
membawa keselamatan dan kebahagiaan manusia di setiap zaman.
Aturan ini mencakup tuntunan, petunjuk,
pelajaran, pendidikan, ilmu, amal, contoh teladan, dan perumpamaan. Aturannya
mengatur segala aspek kehidupan, mulai dari hal kecil hingga besar, dari
kebutuhan pribadi hingga kepentingan seluruh umat, serta mencakup dunia nyata
(zahir) maupun dunia ghaib. Peraturan ini berlaku untuk kehidupan sementara di
dunia fana hingga kehidupan kekal di akhirat, demi keselamatan dan
kesejahteraan baik jagat kecil (mikrokosmos) maupun jagat besar (makrokosmos).
Din Islam adalah sistem yang mengatur
kehidupan manusia. Ia diturunkan untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan
hamba-Nya selama hidup di dunia. Allah
menganugerahkan akal sebagai nurun filqolbi (cahaya dalam hati) untuk memahami
ilmu dan pengetahuan. Anugerah ini menjadi bekal bagi manusia dalam menjalani
kehidupan di dunia, sebagaimana disebutkan dalam Qs. 2:31
Artinya
: "Dan Dia (Allah) mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman,
'Sebutkan kepada-Ku nama-nama benda itu jika kamu memang orang-orang yang
benar.'"
Ayat
ini menunjukkan bahwa Allah mengajarkan Nabi Adam, sebagai manusia pertama,
pengetahuan tentang nama-nama benda dan makhluk di sekitarnya. Pengetahuan ini
mencakup kemampuan memahami, mengenal, dan mengelola alam semesta, yang menjadi
bekal penting bagi manusia dalam menjalankan peran sebagai khalifah di bumi.
Allah memberikan kemampuan belajar dan memahami kepada manusia. Ini menegaskan
bahwa ilmu pengetahuan adalah karunia langsung dari Allah. Dengan akal, manusia
dapat memahami ilmu yang diajarkan oleh Allah, mengembangkannya, dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ayat ini mengingatkan bahwa manusia
memiliki tanggung jawab untuk menggunakan ilmu dan akalnya dengan baik, sesuai
dengan kehendak Allah, demi kemaslahatan dunia dan akhirat.
Dengan
demikian, QS. 2:31 menjadi landasan bahwa Allah-lah sumber segala ilmu, dan Dia
mengajarkan manusia agar mampu menjalankan tugasnya di dunia dengan akal dan
ilmu pengetahuan.
Dengan
akal dan ilmu pengetahuan, manusia terus berkembang dari masa ke masa. Sejak
Nabi Adam hingga saat ini, kemajuan manusia semakin terlihat. Kecerdasan
manusia masa kini mampu mengumpulkan berbagai pengalaman dan hasil penelitian,
yang melahirkan ilmu pengetahuan baru. Berkat ilmu inilah, manusia mencapai
kemajuan yang luar biasa, termasuk kemampuan menciptakan kecerdasan buatan (AI)
di era modern.
Ilmu
pengetahuan telah mencapai puncak kemajuannya, membuat manusia mampu menguasai
daratan, lautan, dan udara. Namun, keberhasilan ini justru membuat ilmu
pengetahuan dipuja-puja seperti berhala buatan sendiri. Manusia seolah
menghambakan diri kepada ilmu pengetahuan, menjadikannya tandingan (andad)
Allah sebagai Sang Pencipta.
Bagi kaum materialis, ilmu pengetahuan
sering kali melupakan eksistensi manusia sebagai makhluk ciptaan Allah. Mereka
lupa bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka banggakan sesungguhnya
adalah anugerah dari Allah, yang mengatur seluruh alam semesta, termasuk
manusia dan ilmunya.
Apa yang manusia hasilkan melalui ilmu
pengetahuan dan teknologi sebenarnya bukanlah penciptaan, melainkan sekadar
merangkai apa yang sudah Allah ciptakan. Namun, banyak yang kemudian menjadikan
ilmu pengetahuan sebagai "tuhan," sehingga melahirkan kesombongan dan
keangkuhan. Mereka menolak dan membuang apa pun yang dianggap tidak masuk akal.
Sikap seperti ini justru menjauhkan manusia dari Sang Khalik, yang adalah
sumber dari segala ilmu dan penciptaan.
Manusia yang tidak mengenal Sang Khalik
cenderung menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi hanya untuk memenuhi hawa
nafsunya. Dengan alasan modernisasi atau kemajuan ilmu, mereka mengabaikan
tanggung jawab menjaga dan memelihara dunia. Sebaliknya, mereka berlomba-lomba
menciptakan teknologi untuk menunjukkan kekuasaan, yang pada akhirnya
berpotensi memicu konflik besar seperti perang dunia ke-3, yang dapat
menghancurkan peradaban manusia.
Mereka tidak menjadikan ilmu pengetahuan
dan teknologi sebagai sarana (wasilah) untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ilmu
yang dimiliki seharusnya digunakan untuk menyempurnakan kewajiban sesuai ajaran
Islam, bukan sebagai alasan untuk kufur kepada Allah atau murtad dari
agama-Nya.
Abu Roja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar