Rabu, 11 Desember 2024

Agama dan ilmu pengetahuan

Agama dan Ilmu Pengetahuan

Pengantar

Dalam Islam, aqidah adalah keimanan yang menjadi landasan utama bagi umat Islam. Sementara itu, filsafat berusaha memahami dan menjelaskan fenomena kehidupan melalui pendekatan rasional, yang pada akhirnya melahirkan berbagai cabang ilmu pengetahuan.

Hubungan antara aqidah dan filsafat sering menjadi perdebatan, terutama ketika filsafat dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip aqidah.

Salah satu pernyataan menarik dalam diskursus filsafat modern datang dari Karlina Supeli, seorang filsuf dan astronom asal Indonesia. Dalam sebuah ceramahnya di kanal YouTube Salihara Arts Center berjudul Kosmos dan Masalah Kebebasan Tuhan, ia pernah mengatakan, "Tuhan dipinggirkan saja, taruh di pojok." Pernyataan ini mengacu pada upaya menjaga objektivitas ilmu pengetahuan dengan menempatkan Tuhan di luar ranah pembahasan sains.

Aqidah Islamiyah berlandaskan wahyu dan keimanan kepada Allah, sedangkan filsafat mengandalkan akal untuk memahami kehidupan. Perbedaan ini kadang menimbulkan konflik, terutama dengan berkembangnya sekularisme di Barat. Namun, tradisi Islam menunjukkan bahwa Agama dan Ilmu Pengetahuan dapat saling mendukung untuk memberikan pemahaman yang lebih holistik.

Dalam pandangan sekularisme, agama dianggap sebagai ranah pribadi yang terpisah dari kehidupan publik. Akibatnya, ilmu pengetahuan berkembang tanpa pengaruh langsung dari nilai-nilai agama.

 

Agama dan ilmu pengetahuan

Agama dalam makna Ad-Din adalah aturan atau peraturan yang diwahyukan oleh Allah kepada para Nabi dan Rasul untuk membawa keselamatan dan kebahagiaan manusia di setiap zaman.

Aturan ini mencakup tuntunan, petunjuk, pelajaran, pendidikan, ilmu, amal, contoh teladan, dan perumpamaan. Aturannya mengatur segala aspek kehidupan, mulai dari hal kecil hingga besar, dari kebutuhan pribadi hingga kepentingan seluruh umat, serta mencakup dunia nyata (zahir) maupun dunia ghaib. Peraturan ini berlaku untuk kehidupan sementara di dunia fana hingga kehidupan kekal di akhirat, demi keselamatan dan kesejahteraan baik jagat kecil (mikrokosmos) maupun jagat besar (makrokosmos).

Din Islam adalah sistem yang mengatur kehidupan manusia. Ia diturunkan untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan hamba-Nya selama hidup di dunia. Allah menganugerahkan akal sebagai nurun filqolbi (cahaya dalam hati) untuk memahami ilmu dan pengetahuan. Anugerah ini menjadi bekal bagi manusia dalam menjalani kehidupan di dunia, sebagaimana disebutkan dalam Qs. 2:31

Artinya : "Dan Dia (Allah) mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, 'Sebutkan kepada-Ku nama-nama benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar.'"

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah mengajarkan Nabi Adam, sebagai manusia pertama, pengetahuan tentang nama-nama benda dan makhluk di sekitarnya. Pengetahuan ini mencakup kemampuan memahami, mengenal, dan mengelola alam semesta, yang menjadi bekal penting bagi manusia dalam menjalankan peran sebagai khalifah di bumi. Allah memberikan kemampuan belajar dan memahami kepada manusia. Ini menegaskan bahwa ilmu pengetahuan adalah karunia langsung dari Allah. Dengan akal, manusia dapat memahami ilmu yang diajarkan oleh Allah, mengembangkannya, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ayat ini mengingatkan bahwa manusia memiliki tanggung jawab untuk menggunakan ilmu dan akalnya dengan baik, sesuai dengan kehendak Allah, demi kemaslahatan dunia dan akhirat.

Dengan demikian, QS. 2:31 menjadi landasan bahwa Allah-lah sumber segala ilmu, dan Dia mengajarkan manusia agar mampu menjalankan tugasnya di dunia dengan akal dan ilmu pengetahuan.

Dengan akal dan ilmu pengetahuan, manusia terus berkembang dari masa ke masa. Sejak Nabi Adam hingga saat ini, kemajuan manusia semakin terlihat. Kecerdasan manusia masa kini mampu mengumpulkan berbagai pengalaman dan hasil penelitian, yang melahirkan ilmu pengetahuan baru. Berkat ilmu inilah, manusia mencapai kemajuan yang luar biasa, termasuk kemampuan menciptakan kecerdasan buatan (AI) di era modern.

Ilmu pengetahuan telah mencapai puncak kemajuannya, membuat manusia mampu menguasai daratan, lautan, dan udara. Namun, keberhasilan ini justru membuat ilmu pengetahuan dipuja-puja seperti berhala buatan sendiri. Manusia seolah menghambakan diri kepada ilmu pengetahuan, menjadikannya tandingan (andad) Allah sebagai Sang Pencipta.

Bagi kaum materialis, ilmu pengetahuan sering kali melupakan eksistensi manusia sebagai makhluk ciptaan Allah. Mereka lupa bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka banggakan sesungguhnya adalah anugerah dari Allah, yang mengatur seluruh alam semesta, termasuk manusia dan ilmunya.

Apa yang manusia hasilkan melalui ilmu pengetahuan dan teknologi sebenarnya bukanlah penciptaan, melainkan sekadar merangkai apa yang sudah Allah ciptakan. Namun, banyak yang kemudian menjadikan ilmu pengetahuan sebagai "tuhan," sehingga melahirkan kesombongan dan keangkuhan. Mereka menolak dan membuang apa pun yang dianggap tidak masuk akal. Sikap seperti ini justru menjauhkan manusia dari Sang Khalik, yang adalah sumber dari segala ilmu dan penciptaan.

Manusia yang tidak mengenal Sang Khalik cenderung menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi hanya untuk memenuhi hawa nafsunya. Dengan alasan modernisasi atau kemajuan ilmu, mereka mengabaikan tanggung jawab menjaga dan memelihara dunia. Sebaliknya, mereka berlomba-lomba menciptakan teknologi untuk menunjukkan kekuasaan, yang pada akhirnya berpotensi memicu konflik besar seperti perang dunia ke-3, yang dapat menghancurkan peradaban manusia.

 

Mereka tidak menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana (wasilah) untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ilmu yang dimiliki seharusnya digunakan untuk menyempurnakan kewajiban sesuai ajaran Islam, bukan sebagai alasan untuk kufur kepada Allah atau murtad dari agama-Nya.

 Allahu a'lam bishawab.
Abu Roja

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar