Kamis, 28 November 2024

Istilah An-Naba

An-Naba sebagai Istilah sejarah dalam Al-Quran

 

“Ini adalah peristiwa besar yang harus kita rayakan”“Hari kemarin itu adalah sejarah”, “Jangan lupakan sejarah”, “Mudah-mudahan peristiwa kemarin jadi ibroh (pelajaran), peristiwa itu menjadi sejarah bagi kita”, sudahlah jangan diingat-ingat yang lalu biarlah berlalu, biar jadi sejarah, lihatlah masa depan”

Ungkapan-ungkapan itu menggambarkan peristiwa itu bernilai sejarah, ada yang mengambil makna dari sejarah sebagai ibroh (Pelajaran), ada juga menganggap tak perlu mengambil ibroh (Pelajaran) dari sejarah dan tak perlu diingat-ingat. Di sadari bahwa pemahaman sejarah ungkapan tersebut menunjukan bahwa peristiwa masalalu membekas dalam jiwa ada yang bersikap Negatif, ada juga bersikap positif.

Sejarah adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu. Dalam perspektif Islam, sejarah tidak hanya dilihat sebagai kumpulan cerita, tetapi juga sebagai pelajaran dan petunjuk bagi manusia dalam menjalani kehidupan. Al-Qur'an, sebagai pedoman hidup umat Islam, memberikan perhatian besar pada sejarah dengan menyajikan kisah-kisah umat terdahulu untuk direnungkan dan diambil hikmahnya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami pengertian sejarah menurut Al-Qur'an agar dapat menggali nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

 Pembahasan kali ini tentang : Pengertian An-Naba sebagai sejarah, ruang lingkupnya, dan efek domino peristiwa kecil terhadap terjadinya An-Naba atau berita besar.

A.   Pengertian An-Naba

Secara bahasa, An-Naba berarti berita besar.

Surat An-Naba (berita besar) dalam Al-Qur'an adalah salah satu surat yang mengandung pesan penting tentang perjalanan hidup manusia, yang dimulai sejak penciptaan hingga hari akhir. Allah memberikan gambaran tentang peristiwa besar, yakni kebangkitan dan pertanggungjawaban manusia atas segala perbuatannya. Sejarah dalam An-Naba tidak hanya berbicara tentang masa lalu, tetapi juga masa kini dan masa depan, menekankan bahwa setiap peristiwa, sekecil apa pun, berkontribusi pada pembentukan momentum besar yang akan terjadi di akhir kehidupan.  Surat An-Naba (berita besar) dalam Al-Qur'an adalah salah satu surat yang mengandung pesan penting tentang perjalanan hidup manusia, yang dimulai sejak penciptaan hingga hari akhir. Allah memberikan gambaran tentang peristiwa besar, yakni kebangkitan dan pertanggungjawaban manusia atas segala perbuatannya. Sejarah dalam An-Naba tidak hanya berbicara tentang masa lalu, tetapi juga masa kini dan masa depan, menekankan bahwa setiap peristiwa, sekecil apa pun, berkontribusi pada pembentukan momentum besar yang akan terjadi di akhir kehidupan.

B.   Ruanglingkup An-Naba

Istilah An-Naba yang bermakna “berita besar” adalah salah satu tema penting dalam Al-Quran. seperti, kabar ghaib, kisah umat terdahulu, peringatan, atau pelajaran dari sejarah.

 Ruanglingkup An-Naba Dari berbagai ayat : Qs.78:1-5, 10:27, 18:13, 3:44, 12:102, 20:99, 33:20, 7:101. dapat disimpulkan memiliki beberapa makna dan konteks secara bahasa:

1.      Berita Penting atau Besar

Mengandung informasi yang memiliki dampak besar, baik tentang masa lalu (sejarah umat terdahulu), masa kini (peringatan), maupun masa depan (hari kiamat). Qs.78:1-5

2.      Berita Ghaib

Berita yang tidak dapat diketahui kecuali melalui wahyu, seperti kisah Ashabul Kahfi (QS. 18:13) atau kisah Nabi Yusuf (QS. 12:102).

3.      Peringatan

An-Naba sering kali merujuk pada berita yang berfungsi sebagai peringatan tentang konsekuensi perbuatan manusia, baik berupa pahala atau siksa (QS. 10:27, QS. 78:1-5).

4.      Kisah dengan Hikmah Besar Kisah yang memiliki nilai pelajaran untuk mendidik umat manusia, seperti dalam QS. Thaha: 99 dan QS. Al-A'raf: 101.

 

Berita besar ini tidak hanya sekadar informasi, tetapi mencakup realitas penting yang akan dialami setiap manusia. Rangkaian peristiwa yang terus bergulir menuju lahirnya momentum peristiwa besar merupakan inti dari esensi An-Naba. Esensi ini menekankan bahwa segala sesuatu di alam semesta dan kehidupan manusia bergerak menuju puncak peristiwa, yaitu hari kebangkitan, di mana setiap amal diperhitungkan.

 

 

C.   Peristiwa Kecil dan Efek Domino

1. Setiap peristiwa kecil yang terjadi dalam hidup manusia berkontribusi pada lahirnya peristiwa besar.

Contohnya: Pilihan manusia memberikan kosekuensi,memilih keburukan atau kebathilan berarti azab, memilih kebaikan atau yang Haq berarti keselamatan. Tindakan sederhana, seperti mengucap kebaikan atau menghindari hal buruk berefek domino dari peristiwa kecil ini membentuk pola hidup manusia dan masyarakat secara keseluruhan. Dalam konteks ini, momentum tidak lahir secara tiba-tiba tetapi merupakan akumulasi dari banyak peristiwa kecil.

2.    An-Naba Sebagai Pengingat Universal.

An-Naba adalah pengingat bahwa momentum besar seperti kiamat tidak terlepas dari perjalanan hidup manusia yang penuh peristiwa kecil. Allah mengingatkan dalam Surat An-Naba bahwa manusia seringkali lalai terhadap makna peristiwa sehari-hari, padahal semuanya terhubung menuju tujuan akhir.

3.    Konsekuensi Hidup dan Kehidupan.

Pesan ini menekankan pentingnya kita menyadari bahwa Hidup dan Kehidupan, setiap tindakan memiliki konsekuensi dan merupakan bagian dari rangkaian menuju momentum besar. Kehidupan manusia adalah kesempatan untuk memperbaiki setiap peristiwa kecil sehingga membawa dampak positif dalam perjalanan menuju akhir yang diridhai Allah.

 

D.   Kesimpulan

Esensi An-Naba adalah bahwa momentum peristiwa besar tidak pernah berdiri sendiri, tetapi merupakan hasil dari rangkaian peristiwa kecil yang terus bergulir. Ini mengajarkan kita untuk memaknai setiap langkah dalam hidup dengan penuh kesadaran, karena semua itu akan bermuara pada pertanggungjawaban di hadapan Allah.

 

           Wallahu a'lam bishawab

            Tatang Afandi

 

 

 

 




Rabu, 27 November 2024

An-Naba sebagai Istilah sejarah dalam Al-Quran

 

An-Naba Istilah sejarah dalam Al-Quran

 

“Hari kemarin itu adalah sejarah”, “Jangan lupakan sejarah”, “ini adalah peristiwa besar harus kita rayakan”, “Mudah-mudahan peristiwa kemarin jadi ibroh (pelajaran), peristiwa itu jadi sejarah bagi kita”, sudahlah jangan diingat-ingat yang lalu biarlah berlalu, biar jadi sejarah, lihatlah masa depan”

 

Ungkapan-ungkapan itu menggambarkan sebuah peristiwa bernilai sejarah, ada yang mengambil makna dari sejarah sebagai ibroh (Pelajaran), ada juga menganggap tak perlu mengambil ibroh (Pelajaran) dari sejarah dan tak perlu diingat-ingat. Di sadari bahwa pemahaman sejarah ungkapan tersebut menunjukan bahwa peristiwa masalalu membekas dalam jiwa ada yang bersikap Negatif, ada juga bersikap positif.

 

Sejarah adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu. Dalam perspektif Islam, sejarah tidak hanya dilihat sebagai kumpulan cerita, tetapi juga sebagai pelajaran dan petunjuk bagi manusia dalam menjalani kehidupan. Al-Qur'an, sebagai pedoman hidup umat Islam, memberikan perhatian besar pada sejarah dengan menyajikan kisah-kisah umat terdahulu untuk direnungkan dan diambil hikmahnya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami pengertian sejarah menurut Al-Qur'an agar dapat menggali nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

 

 

An-Naba istilah sejarah dalam Al-Quran

Surat An-Naba (berita besar) dalam Al-Qur'an adalah salah satu surat yang mengandung pesan penting tentang perjalanan hidup manusia, yang dimulai sejak penciptaan hingga hari akhir. Allah memberikan gambaran tentang peristiwa besar, yakni kebangkitan dan pertanggungjawaban manusia atas segala perbuatannya.

 

Sejarah dalam An-Naba tidak hanya berbicara tentang masa lalu, tetapi juga masa kini dan masa depan, menekankan bahwa setiap peristiwa, sekecil apa pun, berkontribusi pada pembentukan momentum besar yang akan terjadi di akhir kehidupan.

Pengertian An-Naba sebagai sejarah, ruang lingkupnya, dan efek domino peristiwa kecil terhadap terjadinya An-Naba atau berita besar.

 

A.   Pengertian An-Naba

Secara bahasa, An-Naba berarti berita besar. Dalam Surat An-Naba, istilah ini merujuk pada berita besar tentang hari kebangkitan, yang menjadi puncak dari perjalanan hidup manusia. Allah berfirman:

 

"Tentang apakah mereka saling bertanya? Tentang berita besar (An-Naba’) yang mereka perselisihkan." (QS. An-Naba: 1-3)

"Apakah tidak sampai kepada mereka berita (tentang) orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Ad, Samud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan, dan (penduduk) negeri-negeri yang telah musnah? Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata; Allah tidak menzalimi mereka, tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri." Qs. 9:70

"Maka tidak lama kemudian (datanglah Hud-hud), lalu ia berkata, "Aku telah mengetahui sesuatu yang belum engkau ketahui. Aku datang kepadamu dari negeri Saba’membawa suatu berita yang meyakinkan." Qs. 27:22

Berita besar ini tidak hanya sekadar informasi, tetapi mencakup realitas penting yang akan dialami setiap manusia. Rangkaian peristiwa yang terus bergulir menuju lahirnya momentum peristiwa besar merupakan inti dari esensi Surat An-Naba. Esensi ini menekankan bahwa segala sesuatu di alam semesta dan kehidupan manusia bergerak menuju puncak peristiwa, yaitu hari kebangkitan, di mana setiap amal diperhitungkan.

 "Maka barangsiapa mengerjakan kebajikan seberat żarrah, niscaya dia akan melihat      (balasan)nya." Qs. 99:7

"Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat żarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya." Qs.99:8


B.   Ruanglingkup An-Naba

1.     Rangkaian Peristiwa Sebagai Proses Menuju Momentum Besar.

Penciptaan alam semesta: An-Naba mengingatkan kita bahwa Allah menciptakan alam semesta dengan tujuan yang jelas. Setiap elemen di dalamnya, seperti bumi, langit, dan kehidupan, merupakan bagian dari rangkaian besar menuju hari akhir. Kehidupan manusia  diberi kebebasan untuk memilih berbuat baik atau buruk dan Haq atau Bathil, Pilihan-pilihan ini membentuk rangkaian peristiwa yang kelak akan dihitung di hari kiamat.

2.     Momentum Peristiwa Besar (An-Naba)

Momentum peristiwa besar yang dimaksud dalam An-Naba adalah hari kebangkitan, di mana seluruh rangkaian peristiwa kecil dalam hidup manusia bermuara pada satu titik: hisab (perhitungan amal). Ini adalah momen puncak dari perjalanan panjang kehidupan dunia dan alam semesta, yang menjadi bukti keadilan Allah.

 

C.   Peristiwa Kecil dan Efek Domino

1.   Setiap peristiwa kecil yang terjadi dalam hidup manusia berkontribusi pada lahirnya peristiwa besar.

    Contohnya: Pilihan manusia memberikan kosekuensi,memilih keburukan atau kebathilan berarti azab, memilih kebaikan atau yang Haq berarti keselamatan. Tindakan sederhana, seperti mengucap kebaikan atau menghindari hal buruk berefek domino dari peristiwa kecil ini membentuk pola hidup manusia dan masyarakat secara keseluruhan. Dalam konteks ini, momentum tidak lahir secara tiba-tiba tetapi merupakan akumulasi dari banyak peristiwa kecil.

3.   An-Naba Sebagai Pengingat Universal.

An-Naba adalah pengingat bahwa momentum besar seperti kiamat tidak terlepas dari perjalanan hidup manusia yang penuh peristiwa kecil. Allah mengingatkan dalam Surat An-Naba bahwa manusia seringkali lalai terhadap makna peristiwa sehari-hari, padahal semuanya terhubung menuju tujuan akhir.

4.   Konsekuensi Hidup dan Kehidupan.

Pesan ini menekankan pentingnya kita menyadari bahwa Hidup dan Kehidupan, setiap tindakan memiliki konsekuensi dan merupakan bagian dari rangkaian menuju momentum besar. Kehidupan manusia adalah kesempatan untuk memperbaiki setiap peristiwa kecil sehingga membawa dampak positif dalam perjalanan menuju akhir yang diridhai Allah.

 

D.   Penutup

Esensi An-Naba adalah bahwa momentum peristiwa besar tidak pernah berdiri sendiri, tetapi merupakan hasil dari rangkaian peristiwa kecil yang terus bergulir. Ini mengajarkan kita untuk memaknai setiap langkah dalam hidup dengan penuh kesadaran, karena semua itu akan bermuara pada pertanggungjawaban di hadapan Allah.

 

 

 

 

Wallahu a'lam bishawab

Tatang Afandi

 

 

 

 

Selasa, 26 November 2024

Hikmah

 Hikmah

Kata Hikmah sering kita dengar dengan ungkapan "Kita harus mengambil Hikmah dari kejadian ini" Atau " Insya Alloh ada hikmahnya". 

Ungkapan ungkapan itu menunjukan hikmah mengandung arti mengambil pelajaran dari kejadian (peristiwa berupa ujian, cobaan, atau musibah) yang dialami, dan mengandung arti mengambil sikap dan tindakan positif dari suatu kejadian ( peristiwa)" Adanya manfaat atau kemaslahatan universal" Atau sikap bijaksana  terhadap suatu kajadian atau peristiwa tersebut.

Kata ini juga disebut dalam Al-Qur'an, seperti dalam QS. Al-Baqarah: 269, yang menyebutkan bahwa hikmah adalah anugerah besar dari Allah SWT:

 "Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki, dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh, ia telah diberi kebaikan yang banyak."

Dan Kata Hikmah bermakna Sunnah dalam Qs.62:2 

"Dialah yang mengutus seorang rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata,"

Dan Kata Hikmah dalam bermakna bijaksana Qs.16:125

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk".

Kata hikmah (حكمة) berasal dari bahasa Arab dan merupakan bentuk mashdar (kata dasar) dari akar kata حَكَمَ (ḥakama), yang memiliki beberapa makna dasar, di antaranya:

1. Menghakimi atau menetapkan sesuatu dengan adil.

2. Mengendalikan atau menahan (seperti menahan kuda dengan kendali).

3. Memberi keputusan yang tepat atau bijaksana.

Dari akar kata ini, kata hikmah berkembang dengan makna kebijaksanaan, pengetahuan yang mendalam, dan kemampuan untuk mengambil keputusan yang benar berdasarkan pengetahuan tentang Aqidah tauhid sebagai sumber dan tujuan  sedangkan syari'ah sebagai bingkainya sebagai pengetahuan yang mendalam tentang hukum-hukum Islam.

Secara istilah, hikmah mengacu pada kemampuan untuk menempatkan sesuatu pada tempatnya yang benar (wadhu' asy-syai fi mahallihi). Hal ini mencakup penguasaan ilmu, pemahaman yang mendalam, dan kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi

Dalam literatur Islam, hikmah sering merujuk pada: Pemahaman yang mendalam tentang ajaran dienul Islam. Kebijaksanaan dalam berbicara dan bertindak sesuai tuntunan Aqidah dan syariah. Gabungan antara Aqidah dan syari'ah sebagai landasan  ketepatan mengambil keputusan dalam bertindak.

Hikmah pandangan Para Ulama

Imam Al-Ghazali: Hikmah adalah perpaduan antara ilmu dan amal yang menghasilkan kebijaksanaan dalam perilaku manusia.

Ibn Qayyim Al-Jawziyah: Hikmah adalah kemampuan untuk memahami hakikat suatu hal dan bertindak sesuai dengan pemahaman tersebut.

Tafsir Ibnu Katsir: Hikmah mencakup ilmu syar'i dan pemahaman yang benar terhadap Dinul Islam.

Fungsi dan Penerapan Hikmah dalam Kehidupan

1. Fungsi Hikmah

  • Sebagai panduan dalam membuat keputusan yang adil dan bijaksana.
  • Membantu seseorang untuk memahami dan menjalankan ketetapan-ketetapan Allah dan Rasul dengan benar dalam bingkai dinul Islam (Jamaah)
  • Menjaga keseimbangan antara Qolbun dan Aqlun dalam menghadapi berbagai situasi kehidupan.

2. Penerapan Hikmah dalam Kehidupan

  • Dalam Usrob: Mendidik anak dengan penuh kasih sayang dan pengertian.
  • Dalam Qoryah: Menyelesaikan konflik dengan cara yang adil dan bijaksana.
  • Dalam Qiyadah: Mengambil keputusan yang bermanfaat bagi banyak pihak.
  • Dalam Ibadah: Menjalankan ibadah dengan penuh keikhlasan dan pemahaman yang utuh.


Kesimpulan

Hikmah adalah konsep yang melibatkan kebijaksanaan, pemahaman mendalam, dan kemampuan untuk bertindak dengan benar. Dalam berdinul Islam, hikmah tidak hanya tentang pengetahuan, tetapi juga tentang bagaimana ilmu tersebut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan adil dan  bijaksana. Dengan memahami dan menerapkan hikmah, seorang Muslim dapat menjalani kehidupannya sesuai dengan nilai-nilai Islam, menjadikan dirinya pribadi yang bermanfaat bagi sesama, dan mendapatkan ridha Allah.



Wallahu a'lam bishawa

Tatang Afandi

Ikhlas dalam Dimensi Ihsan dan Ahsan

Ikhlas dalam dimensi ihsan dan ahsan

Sering kita mendengar  ungkapan “ Ibadahnya menggugurkan kewajiban saja” , atau “Yang penting niat karena Alloh” atau “ Menenunaikan kewajibannya terpaksa”...” Masih dikatakan IKHLAS walau menjalankannya terpaksa”

Mudah mudahan ungkapan – ungkapan itu didasari oleh kesadaran atas kewajiban seorang mu’min muslim, betapa wajibnya kita menjalankan ketaatan kepada Alloh dalam bingkai Dinul Islam (berjamaah). Adanya usaha yang sungguh-sungguh untuk menyempurnakan kewajiban hatta harus  dipaksakan.

Konsep Mukhlisina Lahuddin  yaitu mengikhlaskan diri dalam dinul Islam, beribadah dalam Dinul Islam, hatta mula-mula harus dipaksakan dalam memenuhi dan menyempurnakan ibadahnya dalam berdinul Islam.

Ikhlas dalam berdinul Islam

Ikhlas secara bahasa berasal dari kata kholasho” artinya Murni/memurnikan atau mengkhususkan (Qs. 16:66, 6:139) Ikhlas secara Istilah : Bermakna i’tishom yaitu berpegang teguh (Qs. 4;146) , bermakna istimsak yaitu menggenggam erat (Qs. 31:22)

Pengertian Ikhlas berarti beramal hanya karena dan untuk Allah semata. Bertujuan hanya kepadanya tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Membersihkan amal ibadah dan amalsholeh dari setiap pencemaran (syirik, Riya) yang dapat mengotori kemurniannya.

Sebagai amalan hati, landasan amal, tanpa ikhlas akan amalannya menjadi habithotamalahum. Ibadah menurut imam ali bin abi tholib

1.     Ibadahnya pedagang, Beramal karena pahala (pedagang)

2.     Ibadahnya budak, Beramal karena takut (budak)

3.     Beribadah yang merdeka, beramalnya karena bersyukur

 Konsep mukhlisina lahuddin (مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ) berasal dari Al-Qur'an yang bermakna "ikhlas dalam beribadah dalam berdinul Islam  semata mata  hanya kepada Allah murni bersih dari kesyirikan/kekufuran." Ikhlas menggambarkan tauhid yang murni, dimana semua amal perbuatan dan ibadah ditujukan untuk mendapat keridhaan Allah, tanpa ada niat lain seperti riya atau mencari keuntungan duniawi. Kosep ini sering ditemukan dalam ayat-ayat yang menekankan tauhid dan keikhlasan dalam ibadah, seperti dalam Qs. 39:3

"Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang murni (ikhlas)."

Qs. 98:5

'Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar)."

Ikhlas dalam Dimensi Ihsan dan Ahsan

1. Ikhlas dalam Dimensi Ihsan

Ihsan sebagaimana dijelaskan dalam hadist jibril adalah beribadah kepada Allah seolah-olah kita melihat-Nya, dan jika kita tidak melihat-Nya, kita yakin bahwa Allah melihat kita. 

Dalam dimensi ikhlas, ihsan berarti :

a. Kesadaran penuh akan pengawasan Alloh

Setiap amal, baik kecil maupun besar, dilakukan karena Alloh tanpa berharap imbalan duniawi,  ihsan melibatkan kesadaran penuh bahwa setiap amal dilakukan semata-mata karena Allah, tanpa berharap pujian, penghargaan, atau balasan dari manusia, tanpa sesuatu apapun bersih dan murni.

b. Niat murni dan fokus  kepada Alloh

Dalam ihsan keikhlasan menjadi kunci untuk memastikan bahwa amal diterima oleh Alloh

Contohnya : adalah sholat yang dilakukan dengan khusyu karena kesadaran bahwa Alloh sedang menyaksikan, sehingga motivasi utama adalah memenuhi perintahnya dengan hati yang tulus.

2. Ikhlas dalam Dimensi Ahsan

Ahsan bermakna melakukan sesuatu dengan cara terbaik. Dalam konteks keikhlasan, ahsan melibatkan:

  • Kualitas amal yang unggul : Setiap perbuatan dilakukan dengan standar terbaik sebagai bentuk penghormatan kepada Alloh.
  • kesungguhan beramal tidak sekedar selesai, tetapi memberikan manfaat maksimal baik secara fardiyah maupun jama'i
Contohnya : seorang pedagang Muslim yang melayani pelanggannya dengan kejujuran, keadilan, dan kualitas terbaik, bukan semata-mata demi keuntungan, melainkan sebagai wujud pengabdian kepada Alloh.


 

Hubungan Ihsan, Ahsan dan Mukhlisina Lahuddin

  • Ikhlas (Mukhlisina Lahuddin) menjadi fondasi yang menopang dimensi ihsan dan ahsan. Tanpa ikhlas, ihsan menjadi kosong dari makna transendent (Spiritual), ahsan kehilangan nilai ibadahnya.
  • Dalam dimensi ihsan, amal dilakukan dengan kesadaran akan kehadiran Alloh, sementara dalam ahsan, amal dilakukan dengan sebaik-baiknya sebagai bukti mahabbah kepada Alloh dan wujud syukur atas karunianya.
  • Mukhlisina lahuddin bukan hanya slogan keimanan, tetapi praktik hidup yang menyeluruh dalam niat, cara, dan tujuan setiap amal, baik dalam ibadah ritual maupun aktivitas muamalah.
Aplikasi Ikhlas dalam Ibadah ritual melaksanakannya dengan niat tulus/murni/bersih hanya untuk Allah, bukan untuk pujian dan penghargaan manusia, aplikasi ikhlas dalam aktivitas mu'amalah seperti aktivitas bekerja atau berdagang dilakukan dengan kualitas terbaik sebagai bagian dari ibadah kepada Allah.

Keikhlasan dalam dimensi ihsan dan ahsan mengarahkan setiap Muslim untuk menjadikan hidupnya penuh keberkahan, baik di dunia dan akhirat.  

        


Minggu, 24 November 2024

Menjadi Ayah : Kepala Sekolah dalam Keluarga

 Bismillahirrahmanirrahim


Menjadi Ayah: Kepala Sekolah dalam Keluarga

Hari Guru selalu menjadi momen penting untuk mengingat peran besar seorang pendidik dalam membentuk generasi penerus. Namun, mari kita renungkan lebih dalam: jika ibu adalah madrasatul ula (sekolah pertama) bagi anak-anaknya, maka ayah adalah kepala sekolahnya.

Pentingnya peran ayah dalam pendidikan anak tercermin jelas dalam Al-Quran. Semua percakapan yang dicatat dalam Al-Quran antara orang tua dan anak adalah dialog antara ayah dan anaknya. Misalnya:

Luqman dan putranya (QS Luqman: 12–19), yang memberikan nasihat tentang tauhid, akhlak, dan shalat.

Nabi Ya'qub a.s. dan anak-anaknya dalam kisah Nabi Yusuf a.s., yang menunjukkan kebijaksanaan dalam menghadapi ujian keluarga.

Nabi Nuh a.s. dan putranya (QS Hud: 42–43), yang menjadi contoh dialog penuh kasih meskipun dalam situasi yang sangat berat.

Hal ini menunjukkan pesan penting bahwa ayah memiliki tanggung jawab langsung dalam mendidik dan mengasuh anak, bukan sekadar menyerahkan tugas ini kepada ibu.

Berbagi Peran dalam Keluarga

Dalam banyak keluarga, ibu sering kali dianggap sebagai tokoh utama dalam pengasuhan anak, sedangkan ayah lebih fokus pada peran sebagai pencari nafkah. Padahal, pendidikan anak bukanlah tugas yang bisa didelegasikan sepenuhnya kepada salah satu pihak. Dalam Al-Quran, ayah diperintahkan untuk terlibat aktif dalam mendidik, memberikan arahan, dan menjadi teladan yang baik.

Sebagai ayah, ada beberapa langkah sederhana untuk berbagi peran secara adil dengan pasangan:

1. Berkomunikasi secara terbuka dengan pasangan tentang pembagian tugas pengasuhan dan pendidikan anak.

2. Menjadi teladan dalam tindakan sehari-hari. Anak-anak belajar lebih banyak dari melihat perilaku orang tua dibanding hanya mendengar nasihat.

3. Melibatkan diri dalam kehidupan anak-anak: membantu mereka dengan tugas sekolah, mendiskusikan mimpi dan aspirasi mereka, serta mengajarkan nilai-nilai Islam.

4. Mengatur waktu bersama keluarga: meskipun sibuk, pastikan ada waktu khusus untuk membangun kedekatan emosional.


Kesimpulan

Al-Quran mengajarkan bahwa peran ayah adalah krusial dalam pendidikan anak. Seorang ayah yang aktif, positif, dan peduli tidak hanya membantu membentuk karakter anak tetapi juga mendukung keharmonisan keluarga secara keseluruhan.

Selamat menjalankan peran sebagai orang tua yang sesungguhnya. Mari menjadi guru terbaik bagi anak-anak kita, baik di rumah maupun di luar rumah.

Wallahu a'lam bishawab.


Berbakti kepada Kedua Orang tua : Kunci Meraih Ridho Alloh

 Berbakti kepada Kedua Orang Tua: Kunci Meraih Ridho Allah

Dalam ajaran Islam, berbakti kepada kedua orang tua (birrul walidain) adalah salah satu amal yang paling mulia dan sangat dianjurkan. Allah SWT berfirman:

"Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Ku lah kembalimu."

(QS. Luqman: 14)

Rasulullah SAW juga bersabda:

"Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua, dan murka Allah tergantung pada murka orang tua." (HR. Tirmidzi)

Berbakti kepada orang tua mencakup banyak hal, seperti:

1. Mentaati mereka selama tidak bertentangan dengan syariat.

2. Berbuat baik dengan sikap, ucapan, dan tindakan.

3. Mendoakan mereka baik yang masih hidup maupun yang telah tiada.

4. Membantu mereka dalam kebutuhan duniawi dan spiritual.

Dengan berbakti kepada orang tua, seorang Muslim tidak hanya mendapatkan ridho mereka, tetapi juga mendapatkan ridho Allah SWT, yang menjadi kunci keberkahan hidup di dunia dan akhirat.


Nasihat untuk Anak Laki lakiku

 Nasihat untuk Anak Laki-Lakiku


Bismillahirrahmanirrahim,


Anakku tersayang,

Sebagai seorang anak lelaki, engkau memiliki tanggung jawab besar di dunia ini, baik kepada dirimu sendiri, keluarga, maupun kepada Allah. Ayah ingin kau tumbuh menjadi lelaki yang kuat, bijaksana, dan bertakwa. Berikut ini nasihat yang ayah sampaikan sebagai pedoman hidupmu:


1. Jadikan Allah sebagai Tujuan Utama

Selalu ingat, Allah adalah Rabb yang menciptakanmu. Apapun yang kau lakukan, niatkan untuk mencari ridha-Nya. Salatlah tepat waktu dan jadikan doa sebagai senjata utama dalam menghadapi hidup.



2. Jadilah Pemimpin yang Baik

Sebagai laki-laki, kau kelak akan menjadi pemimpin, baik untuk dirimu sendiri, keluargamu, maupun orang lain. Pemimpin yang baik adalah yang adil, sabar, dan mengutamakan ketaatan kepada Allah. Mulailah memimpin dengan memberi contoh yang baik.



3. Peliharalah Akhlak Mulia

Akhlak adalah cerminan dirimu. Bersikaplah jujur, amanah, dan hormat kepada semua orang, terutama kepada orang tua. Jangan sombong, karena kesombongan akan menghancurkanmu.



4. Jaga Pandangan dan Perilaku

Sebagai seorang muslim, kau wajib menjaga pandangan dan menghindari hal-hal yang diharamkan. Jangan mudah tergoda oleh dunia, karena dunia hanya sementara, sedangkan akhirat adalah tujuan utama.



5. Kuatkan Mental dan Fisikmu

Seorang laki-laki harus kuat, baik secara mental maupun fisik. Kuatkan mentalmu dengan kesabaran dan tawakal kepada Allah. Kuatkan fisikmu dengan menjaga kesehatan, bekerja keras, dan membantu orang lain.



6. Bertanggung Jawablah atas Tindakanmu

Jadilah laki-laki yang bertanggung jawab. Jangan lari dari masalah, tapi hadapilah dengan kepala dingin dan doa. Ingat, seorang lelaki sejati adalah yang mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang benar.



7. Tuntut Ilmu dan Manfaatkan untuk Kebaikan

Ilmu adalah cahaya kehidupan. Pelajari ilmu agama agar kau mengenal Allah lebih dekat, dan pelajari ilmu dunia untuk menjadi orang yang bermanfaat. Gunakan ilmumu untuk menolong orang lain dan menyebarkan kebaikan.



8. Hormati Wanita

Ingatlah, wanita adalah makhluk yang mulia dalam Islam. Hormatilah ibumu, saudara perempuanmu, dan semua wanita di sekitarmu. Jangan pernah berlaku kasar atau merendahkan mereka, karena Rasulullah adalah teladan kita dalam memuliakan wanita.



9. Bergaullah dengan Orang Baik

Pilihlah teman yang mendekatkanmu kepada Allah. Teman yang baik akan selalu membimbingmu menuju jalan kebenaran, sementara teman yang buruk akan menjerumuskanmu.



10. Persiapkan Bekal Akhirat

Hidup ini adalah perjalanan menuju akhirat. Jangan terlalu sibuk mengejar dunia hingga melupakan ibadahmu. Gunakan waktu dan tenagamu untuk kebaikan, agar kau meninggalkan dunia ini dengan husnul khatimah.




Anakku, ayah selalu mendoakan agar kau menjadi lelaki yang saleh, kuat, dan bermanfaat bagi umat. Jadilah kebanggaan keluarga di dunia dan bekal yang menerangi kami di akhirat.


Wallahu a'lam bishawab.



Nasehat untuk Anak Gadisku

 Nasihat untuk Anak Gadisku


Bismillahirrahmanirrahim,


Anakku tersayang,

Hidup ini adalah amanah dari Allah. Sebagai seorang muslimah, ayah ingin kau selalu menjadi hamba yang taat kepada-Nya, karena di situlah kebahagiaan sejati akan kau temukan. Ayah ingin berbagi beberapa nasihat yang insya Allah akan menjadi pedomanmu:


1. Jadikan Allah Prioritas Utama

Selalu ingat, Allah adalah tempat bergantungmu. Dalam suka dan duka, jangan lupa untuk berdoa. Lakukan segala sesuatu dengan niat mencari ridha-Nya.



2. Pelihara Iman dan Amal Sholeh

Jagalah salatmu tepat waktu, bacalah Al-Qur’an setiap hari meskipun hanya beberapa ayat, dan perbanyak zikir. Amal kecil yang konsisten lebih dicintai Allah daripada yang besar tapi jarang dilakukan.



3. Jaga Akhlakmu

Sebagai seorang muslimah, akhlak adalah hiasan terindahmu. Bersikaplah lembut, jujur, dan rendah hati. Hormatilah orang tua, saudaramu, dan semua makhluk Allah.



4. Tutup Aurat dengan Baik

Berpakaianlah sesuai syariat, karena itu adalah tanda kehormatan dan ketaatanmu kepada Allah. Ingat, auratmu adalah amanah, bukan untuk ditampilkan kepada sembarang orang.



5. Pilih Teman yang Baik

Bertemanlah dengan orang-orang yang mendekatkanmu kepada Allah. Teman yang baik akan selalu mengingatkanmu ketika kau lupa dan mendukungmu untuk menjadi lebih baik.



6. Jangan Takut Menghadapi Ujian Hidup

Ingatlah bahwa setiap ujian adalah tanda kasih Allah untuk menguatkanmu. Bersabarlah, bersyukurlah, dan yakin bahwa setiap kesulitan pasti ada kemudahan.



7. Hormati Dirimu Sendiri

Jangan pernah merendahkan dirimu untuk apa pun. Kau adalah ciptaan Allah yang mulia. Miliki harga diri, dan jangan mudah tergoda oleh hal-hal yang tidak diridai Allah.



8. Tuntutlah Ilmu

Ilmu adalah cahaya kehidupan. Pelajarilah ilmu dunia untuk manfaat dunia dan ilmu agama untuk bekal akhirat. Gabungkan keduanya agar kau menjadi muslimah yang cerdas dan bijaksana.




Terakhir, anakku, ingatlah bahwa ayah selalu mencintaimu dan mendoakanmu dalam setiap langkah. Jadilah anak yang membanggakan kami di dunia, dan semoga kita semua dipertemukan kembali di surga-Nya kelak.


Wallahu a'lam bishawab.