Selasa, 08 Juli 2025

Hijrotul Fikri: Revolusi Diri Menuju Tauhid dalam Bingkai Bismirabbika

Dalam perjalanan hidup manusia, hijrah bukan hanya berarti berpindah tempat, tetapi juga berpindah cara berpikir dari kegelapan menuju cahaya, dari syirik menuju tauhid. Perubahan ini dimulai dari dalam diri, melalui proses yang disebut Hijrotul Fikri, yaitu hijrah dalam cara berpikir.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-‘Alaq: 1–5:

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya."

Ayat ini adalah wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad SAW dan sekaligus menjadi fondasi bagi revolusi pemikiran umat manusia. Allah tidak hanya memerintahkan untuk membaca, tetapi untuk membaca dengan nama Rabb-Nya artinya, membaca realitas hidup dengan landasan tauhid, bukan berdasarkan hawa nafsu atau nilai-nilai batil. Inilah titik tolak Hijrotul Fikri, hijrah pemikiran yang menjadi dasar setiap perubahan sejati dalam diri seorang Muslim.

Hijrotul Fikri sebagai basis fudamental proses hijrahnya seseorang

Hijrotul Fikri adalah basis fundamental proses hijrahnya seseorng meninggalkan cara berpikir yang keliru, menyimpang, atau rapuh, lalu membangun pola pikir yang lurus dan kokoh berdasarkan tauhid. Ia mengubah ketergantungan manusia dari makhluk menuju Allah semata. Dari keyakinan yang rapuh menuju keyakinan yang mantap berlandaskan kalimat “La ilaha illallah”. Ini adalah fondasi untuk membebaskan diri dari segala bentuk penghambaan selain kepada Allah.

Membaca Realitas dengan Bismirabbika

Dalam wahyu pertama, Allah berfirman: “Iqra’ bismirabbika” bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu. Ini menunjukkan bahwa membaca tidak sekadar memahami teks, tetapi juga membaca konteks: memahami realitas sosial, budaya, politik, dan spiritual di sekitar kita. Maka Hijrotul Fikri menjadi pisau analisis yang tajam ia mampu memetakan masalah dan membedakan antara yang benar dan yang batil, antara nilai-nilai tauhid dan nilai-nilai syirik yang tersembunyi di balik tradisi, budaya, atau bahkan modernitas. Hirotul fikir sekaligus mampu meninggalkan nilai-nilai yang buruk, salah, dan bathil. Ia dengan sadar memilih untuk menjalankan nilai-nilai yang baik, benar, dan haq, yaitu dengan taat pada hukum-hukum Allah, Al-Khaliq.

 

Hijrtotul Fikri adalah pantulan dari cahaya Iman Nurul Fitrah

Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Namun fitrah ini bisa tertutup oleh kabut kebodohan, kesesatan, dan sistem nilai yang menyesatkan. Ketika cahaya iman kembali menyinari fitrah, manusia mulai berpikir dengan petunjuk wahyu. Maka terjadilah revolusi dalam diri revolusi cara pandang terhadap hidup dan kehidupan. Dari yang tadinya hanya mengikuti arus, menjadi pribadi yang sadar dan terarah. Inilah revolusi diri yang bersumber dari pantulan cahaya Iman Nurul Fitrah.

Bismirabbika Sebagai Poros Berpikir

Kata Bismirabbika” adalah kunci. Ia menjadi bingkai dalam berpikir. Dengan menyandarkan cara pandang kepada Rabb, seseorang memiliki standar nilai yang jelas, apakah suatu sistem atau cara hidup selaras dengan nilai-nilai Al Khaliq atau tidak? Maka “Bismirabbika” bukan hanya pembuka bacaan, tetapi kerangka berpikir. Ia menjadi kacamata untuk menilai dan menimbang segala sesuatu dalam hidup.

Awal Perubahan Sejati

Hijratul Fikri, Hijrah pemikiran adalah langkah awal menuju perubahan besar dalam hidup. Ia dimulai dari kesadaran, dikuatkan oleh cahaya iman, dipandu oleh kerangka nilai Bismirabbika, dan diwujudkan dalam keberanian untuk menilai dan memperbaiki tatanan hidup. Ketika seseorang berubah cara berpikirnya, maka seluruh hidupnya pun ikut berubah: dari gelap menuju terang, dari syirik menuju tauhid, dari batil menuju kebenaran. Ia berpikir, bersikap, dan bertindak dengan Allah sebagai pusatnya.

Wallahu ‘alam

Abu Roja

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar